"ΠΑΡΕΞΉΓΗΣΗ" (PAREXIGISI)
"ΠΑΡΕΞΉΓΗΣΗ" (PAREXIGISI)
"ΠΑΡΕΞΉΓΗΣΗ"
(PAREXIGISI) adalah kata dalam bahasa Yunani yang memiliki arti
kesalahpahaman atau salah pengertian. Kata ini seringkali digunakan dalam
konteks komunikasi atau interaksi sosial di mana terjadi ketidaksepahaman
antara dua pihak atau lebih.
Ketika dua orang atau lebih berkomunikasi, ada
kemungkinan terjadinya kesalahpahaman karena perbedaan bahasa, budaya, latar
belakang, atau pengalaman hidup masing-masing individu. Kesalahpahaman ini dapat mempengaruhi hubungan antara
individu-individu tersebut, baik secara positif maupun negatif.
Dalam dunia bisnis atau organisasi, kesalahpahaman dapat
menjadi hambatan dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Oleh karena itu,
penting bagi individu-individu dalam suatu organisasi atau perusahaan untuk
dapat berkomunikasi dengan baik dan meminimalisir terjadinya kesalahpahaman
dalam setiap interaksi yang terjadi.
Dalam konteks kehidupan sosial, kesalahpahaman dapat
terjadi dalam situasi yang lebih kompleks, seperti perbedaan pandangan atau
opini mengenai suatu masalah atau isu sosial. Kesalahpahaman semacam ini dapat
memperburuk kondisi dan memicu konflik yang lebih besar.
Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk
berusaha memahami sudut pandang orang lain dan menghindari kesalahpahaman dalam
setiap interaksi sosial. Dalam konteks bahasa Yunani, "ΠΑΡΕΞΉΓΗΣΗ"
(PAREXIGISI) adalah kata yang mengingatkan kita untuk selalu berusaha memahami
pesan atau informasi secara benar dan menghindari terjadinya kesalahpahaman
dalam interaksi sosial.
Psikologi sosial merupakan cabang ilmu psikologi yang
mempelajari interaksi sosial dan pengaruh lingkungan sosial terhadap individu.
Dalam konteks "ΠΑΡΕΞΉΓΗΣΗ" (PAREXIGISI) atau kesalahpahaman, psikologi sosial
memiliki peran penting dalam membantu mengatasi dan mencegah terjadinya
kesalahpahaman dalam interaksi sosial.
Psikologi sosial mempelajari bagaimana individu membentuk
persepsi dan penilaian terhadap orang lain, bagaimana mereka memproses
informasi, dan bagaimana lingkungan sosial mempengaruhi perilaku mereka. Dalam
konteks kesalahpahaman, psikologi sosial membantu menjelaskan mengapa
terjadinya kesalahpahaman dan bagaimana cara mengatasi dan mencegahnya.
Salah satu teori dalam psikologi sosial yang berkaitan
dengan kesalahpahaman adalah Teori Komunikasi. Teori ini menjelaskan bahwa
terdapat empat elemen penting dalam sebuah komunikasi, yaitu sumber, pesan,
saluran, dan penerima. Setiap elemen tersebut dapat mempengaruhi terjadinya
kesalahpahaman dalam komunikasi.
Selain itu, psikologi sosial juga mempelajari peran
stereotip dan prasangka dalam terjadinya kesalahpahaman. Stereotip dan
prasangka dapat menyebabkan seseorang memiliki pandangan yang sempit dan
cenderung menginterpretasikan pesan atau informasi dengan cara yang salah atau
mengabaikan informasi yang penting.
Dalam kesimpulannya, psikologi sosial memainkan peran
penting dalam membantu mengatasi dan mencegah terjadinya kesalahpahaman dalam
interaksi sosial. Dengan memahami bagaimana individu membentuk persepsi,
memproses informasi, dan bagaimana lingkungan sosial mempengaruhi perilaku
mereka, kita dapat menghindari kesalahpahaman dan membangun hubungan sosial
yang lebih baik dengan orang lain.
Kurt Lewin menganggap kesalahpahaman sebagai fenomena
sosial yang muncul ketika individu atau kelompok memiliki persepsi yang berbeda
terhadap suatu situasi atau informasi. Menurut Lewin, kesalahpahaman dapat
terjadi karena adanya ketidaksepahaman dalam persepsi dan interpretasi
informasi yang diperoleh individu dari lingkungan sosial mereka.
Lewin memperkenalkan konsep "eksperimen
tindakan" yang menekankan pada pentingnya pengalaman langsung dalam
merubah sikap, perilaku, dan interaksi sosial. Dengan cara ini, Lewin
berpendapat bahwa individu atau kelompok dapat belajar untuk memahami dan
menghargai perspektif orang lain, sehingga dapat mengurangi terjadinya
kesalahpahaman dalam interaksi sosial.
Oleh karena itu, pandangan Kurt Lewin dalam fenomena
kesalahpahaman menekankan pada pentingnya memahami persepsi dan interpretasi
individu dalam interaksi sosial. Dengan memahami bahwa setiap individu memiliki
pengalaman, nilai, dan latar belakang yang berbeda, kita dapat menghindari
kesalahpahaman yang muncul akibat adanya ketidaksepahaman dalam persepsi dan
interpretasi informasi.
Pandangan psikologi kepribadian terhadap fenomena
kesalahpahaman dapat berbeda-beda tergantung pada teori kepribadian yang
diadopsi. Namun, secara umum, teori kepribadian menganggap bahwa faktor
internal seperti pengalaman, nilai, dan kepribadian seseorang dapat
mempengaruhi persepsi dan interpretasi informasi, sehingga dapat memunculkan
kesalahpahaman dalam interaksi sosial.
Salah satu teori kepribadian yang terkenal adalah teori
Freudian yang menekankan pada pentingnya pengalaman masa lalu dalam membentuk
kepribadian seseorang. Menurut Freud, pengalaman traumatis dalam masa lalu
dapat mempengaruhi persepsi dan interpretasi seseorang terhadap situasi atau
informasi tertentu, sehingga dapat memunculkan kesalahpahaman dalam interaksi
sosial.
Sementara itu, teori kepribadian humanistik menganggap
bahwa individu cenderung mencari makna dan pemahaman terhadap diri mereka dan
lingkungan sekitar. Oleh karena itu, kesalahpahaman dapat muncul ketika
individu gagal untuk memahami perspektif orang lain atau lingkungan sosial yang
berbeda.
Di sisi lain, teori kepribadian kognitif menganggap bahwa
cara individu memproses informasi merupakan faktor penting dalam membentuk
perilaku dan interaksi sosial. Karena itu, kesalahpahaman dapat terjadi ketika
individu salah memproses atau menafsirkan informasi yang diterima.
Secara keseluruhan, pandangan psikologi kepribadian
terhadap fenomena kesalahpahaman menekankan pada pengaruh faktor internal
seperti pengalaman, nilai, dan kepribadian seseorang dalam mempengaruhi
persepsi dan interpretasi informasi, sehingga dapat memunculkan kesalahpahaman
dalam interaksi sosial.
Menurut Sigmund Freud, kesalahpahaman dalam interaksi
sosial terjadi karena adanya konflik antara ketidaksadaran dan kesadaran
individu. Freud memperkenalkan konsep "kesalahan-ketidak-sengajaan"
atau "penyelewengan" dalam komunikasi yang dapat menghasilkan
kesalahpahaman.
Freud berpendapat bahwa kesalahpahaman terutama terjadi
karena adanya perbedaan antara apa yang diungkapkan secara verbal dan apa yang
terdapat dalam pikiran individu. Hal ini disebabkan karena kecenderungan
individu untuk menekan atau mengabaikan aspek-aspek tertentu dari pikiran dan
perasaan mereka, sehingga mengakibatkan ketidaksesuaian antara apa yang mereka
sampaikan secara verbal dan apa yang sebenarnya mereka maksudkan.
Freud juga menganggap bahwa kesalahpahaman dapat terjadi
akibat pengaruh dari mekanisme pertahanan diri, seperti reaksi pertahanan dan
proyeksi. Individu mungkin cenderung memproyeksikan pikiran, perasaan, atau
niat yang tidak disadari kepada orang lain, sehingga memunculkan
kesalahpahaman.
Oleh karena itu, pandangan Freud terhadap fenomena
kesalahpahaman adalah bahwa hal ini disebabkan oleh konflik antara pikiran
sadar dan tidak sadar individu, serta adanya mekanisme pertahanan diri yang
dapat mempengaruhi komunikasi dan interaksi sosial. Untuk mengatasi
kesalahpahaman, individu harus dapat memahami dan mengatasi konflik bawah sadar
mereka, serta mengakui dan mengelola mekanisme pertahanan diri yang mungkin
mempengaruhi komunikasi mereka dengan orang lain.
Menurut
teori kepribadian Erikson, individu mengalami konflik psikososial pada setiap
tahap perkembangan hidup mereka. Konflik ini dapat mempengaruhi identitas dan
citra diri individu serta memengaruhi interaksi sosial mereka dengan orang
lain. Dalam kasus ini, individu tersebut mungkin mengalami konflik pada tahap
krisis identitas vs. peran kebingungan, di mana mereka merasa sulit untuk
menemukan tempat mereka di dalam kelompok sosial mereka. Hal ini dapat
memengaruhi citra diri mereka dan menyebabkan individu tersebut sering
disalahkan oleh lingkungan sosialnya karena pendapat mereka dianggap melenceng.
Teori
kepribadian Erikson mengajukan bahwa perkembangan kepribadian seseorang melalui
delapan tahap psikososial yang dimulai dari masa bayi hingga masa dewasa. Pada setiap tahap, individu dihadapkan pada konflik
psikososial yang berkaitan dengan tugas perkembangan yang harus diselesaikan.
Tugas perkembangan ini meliputi perubahan dalam cara individu memandang diri
mereka sendiri dan cara mereka berinteraksi dengan orang lain di sekitar
mereka.
Pada tahap krisis identitas vs. peran kebingungan,
individu mulai mengalami kebingungan dalam mencari identitas mereka yang unik
dan mencari peran sosial mereka dalam masyarakat. Identitas merupakan gambaran
diri individu yang unik, yang mencakup nilai-nilai, tujuan, minat, dan
orientasi seksual. Peran sosial, di sisi lain, merujuk pada ekspektasi sosial
yang diterapkan pada individu sebagai anggota masyarakat.
Dalam kasus yang diberikan, individu tersebut mungkin
mengalami krisis identitas vs. peran kebingungan yang dapat memengaruhi cara
mereka berinteraksi dengan orang lain di sekitarnya. Mereka mungkin merasa
sulit untuk menemukan tempat mereka di dalam kelompok sosial mereka dan untuk
membangun citra diri mereka. Hal ini dapat membuat individu tersebut merasa tidak
percaya diri dan ragu-ragu dalam mengekspresikan pendapat mereka, sehingga
pendapat mereka dianggap melenceng oleh lingkungan sosial mereka.
Dalam hal ini, individu tersebut perlu memecahkan krisis
identitas vs. peran kebingungan dengan mengeksplorasi minat dan tujuan mereka
secara lebih mendalam dan menemukan peran sosial yang sesuai untuk diri mereka
sendiri. Hal ini dapat membantu mereka membangun citra diri yang lebih positif
dan memperbaiki interaksi sosial mereka dengan orang lain di sekitar mereka.
Sementara
itu, menurut teori kepribadian Freud, kesalahpahaman dalam interaksi sosial
terjadi karena adanya konflik antara ketidaksadaran dan kesadaran individu.
Individu mungkin cenderung memproyeksikan pikiran, perasaan, atau niat yang
tidak disadari kepada orang lain, sehingga memunculkan kesalahpahaman. Dalam
kasus ini, individu tersebut mungkin memproyeksikan pikiran dan perasaan yang
tidak disadari kepada orang lain, sehingga terjadi kesalahpahaman dalam
komunikasi.
Dalam
teori kepribadian Freud, terdapat tiga aspek kepribadian, yaitu id, ego, dan
superego. Kesalahpahaman dalam
interaksi sosial dapat terjadi karena adanya ketegangan atau konflik antara
aspek-aspek ini. Id mewakili nafsu dan keinginan tidak sadar, ego mewakili
realitas dan kesadaran individu, sementara superego mewakili moralitas dan
norma sosial.
Dalam kasus individu yang sering disalahkan oleh
lingkungan sosialnya, hal ini dapat disebabkan oleh konflik antara id dan
superego mereka. Individu tersebut mungkin memiliki keinginan atau nafsu yang
bertentangan dengan norma sosial atau moral yang berlaku, sehingga menyebabkan
kesulitan dalam interaksi sosial dan seringkali dianggap melenceng oleh
lingkungan sosialnya.
Selain itu, kesalahpahaman juga dapat terjadi akibat
mekanisme pertahanan diri yang digunakan individu untuk melindungi diri dari
konflik batin yang dialami. Misalnya, individu tersebut mungkin menggunakan
mekanisme proyeksi untuk memindahkan pikiran dan perasaan tidak disadari mereka
kepada orang lain, sehingga menyebabkan terjadinya kesalahpahaman dalam
interaksi sosial.
Bagaimana pandangan Alfred Adler terhadap topik ini?
Silahkan berkomentar di kolom komentar jika anda berpendapat lain
Alfred Adler merupakan seorang psikolog dan ahli teori
kepribadian yang memfokuskan perhatiannya pada peran kekuasaan dan status
sosial dalam pengembangan kepribadian. Adler percaya bahwa seseorang yang
sering menyalahkan individu lain tanpa memahami situasi secara menyeluruh
mungkin memiliki perasaan inferioritas yang kuat atau merasa terancam oleh
orang lain.
Menurut Adler, orang yang sering menyalahkan orang lain
cenderung memiliki kebutuhan untuk merasa superior dan menghindari tanggung
jawab atas kesalahan mereka sendiri. Mereka mungkin menganggap bahwa dengan
menyalahkan orang lain, mereka dapat mengalihkan perhatian dari kekurangan
mereka sendiri.
Adler mengajarkan bahwa penting bagi seseorang untuk
mengembangkan rasa tanggung jawab atas tindakan mereka dan tidak mencari-cari
kambing hitam untuk menyalahkan. Dalam pandangan Adler, seseorang yang memiliki
rasa tanggung jawab yang kuat dan mampu memahami sudut pandang orang lain
cenderung lebih mampu berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang positif
dan membangun.
Pandangan Adler menekankan pentingnya pengertian dan
pemahaman dalam interaksi sosial. Adler percaya bahwa perilaku manusia
dipengaruhi oleh tujuan dan ambisi individu, dan ketika individu gagal mencapai
tujuan mereka, mereka cenderung menyalahkan orang lain. Adler juga mengatakan
bahwa perilaku ini dapat disebabkan oleh perasaan inferioritas atau rendah
diri, di mana individu mencoba meningkatkan rasa superioritas mereka dengan
menyalahkan orang lain dan menghindari tanggung jawab atas kegagalan mereka
sendiri.
Dalam pandangan Adler, interaksi sosial yang baik dan
positif sangat penting untuk kesejahteraan mental dan emosional manusia. Oleh
karena itu, Adler menekankan pentingnya untuk memahami dan memperhatikan
perasaan dan perspektif orang lain dalam interaksi sosial, sehingga konflik dapat
dihindari dan hubungan sosial yang sehat dapat dibangun.
Adler juga menekankan pentingnya individu memiliki tujuan
dan ambisi yang jelas dalam hidup mereka, dan mendorong individu untuk fokus
pada pencapaian tujuan mereka tanpa menyalahkan orang lain atas kegagalan
mereka. Adler percaya bahwa dengan memfokuskan diri pada pencapaian tujuan,
individu dapat meningkatkan rasa percaya diri dan merasa lebih berharga, yang
dapat membantu mencegah perilaku menyalahkan orang lain dan meningkatkan
kesejahteraan mental dan emosional.
Dalam pandangan Adler, individu dikatakan mengalami
inferioritas atau rendah diri ketika mereka merasa tidak mampu mencapai tujuan
dan ambisi mereka, dan hal ini dapat memengaruhi perilaku mereka dalam
interaksi sosial.
Ketika individu merasa inferior, mereka dapat mulai
menyalahkan orang lain untuk kegagalan mereka sendiri dan mencari kesalahan di
luar diri mereka. Hal ini dapat terjadi karena individu merasa frustasi atau
kecewa dengan kegagalan mereka dan mencari cara untuk menghindari tanggung
jawab atas kegagalan tersebut. Dalam pandangan Adler, perilaku seperti ini
adalah bentuk pertahanan diri dan merupakan upaya untuk menghindari rasa malu
atau rasa rendah diri yang lebih besar.
Adler menganggap bahwa individu yang merasa inferior atau
rendah diri cenderung memiliki motivasi untuk membangun rasa superioritas atau
kekuasaan. Namun, dalam upaya mereka untuk mencapai tujuan ini, individu
tersebut dapat menggunakan strategi yang merugikan orang lain, seperti
menyalahkan individu lain atau memaksakan kehendak mereka pada orang lain.
Menurut Adler, individu yang terjebak dalam siklus ini
dapat mengembangkan pola pikir yang salah, yang menyebabkan mereka kehilangan
kemampuan untuk memahami pandangan atau perspektif orang lain. Akibatnya,
individu tersebut cenderung menjadi kaku dan sulit beradaptasi dengan perubahan
atau situasi yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Adler percaya bahwa individu yang merasa inferior atau
rendah diri dapat memiliki motivasi untuk membangun rasa superioritas atau
kekuasaan sebagai cara untuk mengatasi perasaan inferioritas mereka. Namun, Adler
juga menyatakan bahwa individu yang terjebak dalam siklus ini cenderung
menggunakan strategi yang merugikan orang lain untuk mencapai tujuan mereka.
Salah satu strategi yang sering digunakan oleh individu
seperti ini adalah menyalahkan individu lain atas kegagalan atau masalah yang
mereka alami. Hal ini dapat membuat individu tersebut merasa lebih baik tentang
diri mereka sendiri dan meningkatkan rasa superioritas mereka, meskipun hal ini
bisa merugikan orang lain.
Adler juga menyatakan bahwa individu yang terjebak dalam
siklus ini dapat mengembangkan pola pikir yang salah yang menyebabkan mereka
kehilangan kemampuan untuk memahami pandangan atau perspektif orang lain.
Mereka cenderung menjadi kaku dan sulit beradaptasi dengan perubahan atau
situasi yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Selain itu, Adler mengemukakan bahwa individu yang sering
menyalahkan orang lain cenderung kurang mampu untuk menyelesaikan konflik dan
masalah secara efektif. Mereka mungkin terlalu fokus pada mencari orang atau
hal lain yang bisa disalahkan, daripada mencari solusi yang memang diperlukan.
Adler percaya bahwa penting bagi individu untuk memahami
pandangan dan perspektif orang lain karena dapat membantu mereka mengembangkan
empati dan kepekaan terhadap kebutuhan dan keinginan orang lain. Dengan
memahami pandangan dan perspektif orang lain, individu dapat belajar untuk
berkomunikasi secara lebih efektif dan beradaptasi dengan situasi yang berbeda.
Hal ini dapat membantu individu untuk membangun hubungan sosial yang sehat dan
positif dengan orang lain.
Adler juga menekankan pentingnya mengambil tanggung jawab
atas kegagalan dan masalah yang dialami. Adler percaya bahwa individu harus
memperkuat kepercayaan diri dan mengambil tindakan untuk mencapai tujuan
mereka, bukan hanya menyalahkan orang lain atau situasi yang tidak sesuai
dengan keinginan mereka. Dalam hal ini, Adler menekankan pentingnya
pengembangan kepribadian yang tangguh dan bertanggung jawab, yang dapat
membantu individu merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri dan mengatasi
rasa inferioritas atau rendah diri.
Selain itu, Adler juga menekankan pentingnya membangun
hubungan sosial yang sehat dan positif, karena hal ini dapat membantu individu
untuk merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri dan berkontribusi pada
kesejahteraan sosial dan mental mereka. Adler percaya bahwa melalui interaksi
sosial yang baik, individu dapat mengembangkan rasa kebersamaan dan keterikatan
dengan orang lain, yang dapat membantu mereka merasa lebih bahagia dan puas
dengan kehidupan mereka.
Dalam kesimpulannya, Adler menekankan pentingnya
membangun kepribadian yang tangguh dan bertanggung jawab, memahami pandangan
dan perspektif orang lain, mengambil tanggung jawab atas kegagalan dan masalah
yang dialami, dan membangun hubungan sosial yang sehat dan positif. Semua ini
dapat membantu individu merasa lebih baik tentang diri mereka sendiri dan
berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan mental mereka.
Jika kita dituntut untuk memahami
pandangan dan prespektif individu lain sedangkan individu tersebut tidak mau
memahami pandangan dan prespektif kita?
Menurut Adler, dalam situasi seperti itu, individu yang
dituntut untuk memahami pandangan dan perspektif orang lain tetap harus
memegang nilai-nilai positif dan berusaha untuk memahami pandangan dan
perspektif orang lain. Namun, individu tersebut juga harus tetap berdiri teguh
pada pandangan dan perspektif mereka sendiri, serta mengambil tanggung jawab
atas tindakan dan keputusan yang mereka ambil.
Adler menekankan bahwa komunikasi yang terbuka dan jujur
dapat membantu individu untuk memahami pandangan dan perspektif orang lain,
serta memperkuat hubungan sosial yang positif dan sehat. Dalam situasi di mana
individu lain tidak mau memahami pandangan dan perspektif kita, Adler
menyarankan untuk tetap bersikap positif dan membuka diri untuk dialog yang
konstruktif.
Adler juga menekankan pentingnya untuk menghindari
konflik dan kekerasan dalam interaksi sosial. Oleh karena itu, individu yang
dituntut untuk memahami pandangan dan perspektif orang lain harus
mempertimbangkan strategi komunikasi yang baik dan efektif, serta menghindari
sikap defensif atau menyerang dalam menghadapi individu lain yang tidak mau
memahami pandangan dan perspektif mereka.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan beri pendapat anda pada kolom komentar