MEKANISME PERTAHANAN DIRI DAN KONFLIK PSIKOLOGIS
Rasionalisasi
adalah proses di mana seseorang mencari alasan yang masuk akal atau pembenaran
untuk tindakan atau keputusan yang telah diambil tanpa alasan jelas sebelumnya.
Dalam konteks psikologi, rasionalisasi terjadi saat seseorang merasa tidak
nyaman dengan tindakan atau keputusan mereka dan mencari pembenaran logis untuk
mengatasi perasaan tersebut. Mekanisme pertahanan ini dapat digunakan sebagai
bentuk pembenaran diri, tetapi dapat menjadi bentuk penipuan diri jika alasan
yang diberikan tidak masuk akal. Sigmund Freud menganggap rasionalisasi sebagai
mekanisme pertahanan diri yang digunakan untuk mengatasi ketidaknyamanan atau
konflik internal. Namun, penggunaan rasionalisasi yang berlebihan dapat
menyebabkan individu menjauh dari kenyataan. Contohnya adalah ketika seseorang
mencoba merasionalisasikan hubungan pertemanan dengan mantan kekasih meskipun
pasangannya merasa tidak nyaman. Konflik psikologis yang terjadi dapat
diinterpretasikan sebagai pertentangan antara aspek feminin dan citra diri yang
diproyeksikan ke luar untuk memenuhi harapan sosial. Rasionalisasi yang
berlebihan dapat menghambat kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah secara
objektif. Dalam teori psikologi lainnya, seperti yang diusulkan oleh Alfred
Adler, kasus ini dapat dikaitkan dengan masalah kekuasaan dan rasa
inferioritas. Erik Erikson melihatnya sebagai konflik antara kepercayaan dan
ketidakpercayaan, sementara Erich Fromm melihatnya sebagai kekurangan dalam
hubungan antara individu dan pasangannya.
Rasionalisasi adalah suatu proses di mana seseorang
atau kelompok mencari alasan yang masuk akal atau pembenaran untuk tindakan,
keputusan, atau keyakinan yang sebelumnya dilakukan tanpa alasan yang jelas.
Proses ini melibatkan mencari dan menemukan alasan yang logis untuk mendukung
tindakan atau keputusan yang telah diambil.
Dalam konteks psikologi, rasionalisasi juga terjadi
ketika seseorang merasa tidak nyaman atau cemas dengan tindakan atau keputusan
yang diambil, sehingga mereka mencari alasan atau pembenaran yang logis untuk
mengatasi perasaan tersebut. Rasionalisasi sering digunakan sebagai bentuk
pembenaran diri untuk merasa lebih baik tentang tindakan atau keputusan yang
telah diambil. Namun, terkadang
rasionalisasi dapat menjadi bentuk penipuan diri ketika alasan yang diberikan
tidak masuk akal atau tidak tepat.
Menurut teori psikoanalisis Sigmund Freud, rasionalisasi
merupakan mekanisme pertahanan diri yang digunakan untuk mengatasi
ketidaknyamanan atau konflik internal. Ketika individu mengalami kecemasan atau
konflik, mereka merasionalisasi tindakan atau keputusan mereka dengan
memberikan alasan yang masuk akal bagi diri mereka sendiri. Namun, penggunaan
rasionalisasi yang berlebihan dapat menyebabkan ketidakjelasan atau
penyimpangan dari kenyataan sehingga individu menganggap tindakan yang
sebenarnya tidak masuk akal menjadi terlihat masuk akal.
Sebagai contoh, jika seseorang ketahuan sedang chatting
dengan mantan pacar mereka meskipun sudah memiliki pasangan, mereka mungkin
merasionalisasikan tindakan tersebut dengan alasan bahwa mereka hanya berteman
baik atau membicarakan hal-hal profesional. Meskipun mereka menyadari bahwa
pasangan mereka merasa tidak nyaman dengan hal itu, mereka menggunakan
rasionalisasi sebagai bentuk pertahanan diri untuk membenarkan tindakan mereka.
Namun, penggunaan rasionalisasi yang berlebihan dan terus-menerus dapat
menghambat kemampuan seseorang untuk menghadapi masalah secara objektif dan
merugikan hubungan dengan pasangan mereka.
Dalam konteks teori psikologi Carl Gustav Jung, konflik
psikologis yang terjadi dapat diinterpretasikan sebagai konflik antara anima
dan persona. Anima merujuk pada aspek feminin dalam diri seorang pria,
sedangkan persona adalah citra diri yang diproyeksikan ke luar untuk memenuhi
harapan sosial.
Dalam kasus ini, persona yang dibangun oleh seseorang
sebagai orang yang mudah bergaul dan menjaga hubungan baik dengan semua orang,
termasuk mantan pacar, mendorong mereka untuk tetap menjalin hubungan
pertemanan di media sosial. Namun, anima sebenarnya merasa cemas dan khawatir
tentang hubungan dengan pasangan, yang menimbulkan perasaan bersalah dan
ketidaknyamanan. Konflik antara persona dan anima dapat menghasilkan gejala
seperti kecemasan, depresi, atau ketidakseimbangan emosional. Dalam kasus ini,
seseorang mungkin merasa bingung dan tidak stabil secara emosional karena
mencoba memenuhi harapan sosial sambil merasa bersalah dan tidak nyaman.
Mekanisme pertahanan diri seperti rasionalisasi menjadi
tidak sehat jika digunakan secara berlebihan dan menghambat kemampuan seseorang
untuk menghadapi masalah secara objektif. Dalam teori psikologi Alfred Adler,
kasus ini dapat diinterpretasikan sebagai masalah kekuasaan dan rasa
inferioritas. Adler berpendapat bahwa setiap manusia memiliki dorongan untuk
merasa superior di hadapan orang lain, namun seringkali merasa inferior jika
tidak memenuhi harapan sosial.
Dalam kasus ini, seseorang mungkin merasa inferior karena
terpergok dan merasa bahwa mereka tidak bisa memenuhi harapan pasangan untuk
mengakhiri hubungan dengan mantan kekasih. Dorongan untuk merasa superior juga
dapat memunculkan masalah kekuasaan, di mana seseorang ingin memegang kendali
dalam suatu hubungan atau situasi.
Erik Erikson melihat kasus ini sebagai konflik
psikososial antara kepercayaan dan ketidakpercayaan. Individu mengembangkan
kepercayaan dalam kemampuan mereka untuk mengendalikan lingkungan dan membangun
hubungan sosial yang sehat. Dalam kasus ini, seseorang mungkin belum sepenuhnya
mengembangkan kepercayaan pada diri sendiri dan hubungannya dengan pasangan.
Oleh karena itu, mereka merasa perlu menjalin hubungan dengan mantan kekasih
sebagai bentuk perlindungan diri atau pengganti rasa percaya diri yang kurang.
Erich Fromm melihat masalah ini sebagai kekurangan dalam
hubungan antara seseorang dan pasangan mereka. Fromm menganggap bahwa hubungan
yang sehat didasarkan pada kepercayaan dan rasa aman, yang memungkinkan
individu mempertahankan otonomi dan integritas pribadi mereka sambil merasa
terhubung dengan pasangan. Fromm mungkin akan mempertanyakan mengapa seseorang
masih merasa perlu menjalin hubungan dengan mantan kekasih di media sosial,
meskipun pasangan merasa tidak nyaman. Ia mungkin akan menyarankan untuk
memperbaiki hubungan dengan pasangan dan membangun kepercayaan yang lebih kuat
sebagai alternatif menjalin hubungan dengan mantan kekasih di media sosial.
Anda dapat berbagi pandangan atau pendapat Anda tentang
topik ini di kolom komentar.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan beri pendapat anda pada kolom komentar