Nafsu (Lust)
Sin of Lust "Dosa Nafsu" mengacu pada dosa yang berkaitan dengan nafsu atau keinginan berlebihan, khususnya dalam konteks keinginan seksual yang tidak pantas. Dalam banyak kerangka agama dan etika, dosa nafsu dianggap sebagai pelanggaran moral.
Kurang
lebih seperti itu penjelasan singkat yang saya temukan, tapi pembahasan kali
ini tidak hanya sekdar membahas hasrat seksual saja. Pernahkah anda berfikir jika ada sebuah lubang di dalam hati anda?
Jurang yang sangat dalam pada memori atau ingatan anda? Trust
issue, apakah anda memilikinya?
Ya, betul sekali. Pada kesempatan kali ini saya akan
mencoba mengaitkan dan membahas kondisi ”Trust
Issue” dalam sudut pandangan Sin of Lust.
Brehm,
S. S., & Kassin, S. M. (2017), Trust issue adalah kecenderungan seseorang untuk tidak
memercayai orang-orang di sekitarnya. Kondisi ini dapat ditunjukkan dalam
berbagai bentuk sikap maupun perilaku. Tak hanya selalu dalam hal percintaan,
trust issue juga bisa berkaitan dengan pertemanan, keluarga, hingga lingkungan
kerja. Dalam buku
Social psychology. Cengage Learning. Brehm
dan Kassin (2017), membahas trust issue sebagai
kecenderungan seseorang untuk tidak memercayai orang-orang di sekitarnya, yang
dapat muncul dalam berbagai bentuk sikap dan perilaku. Penjelasan ini mencakup
tidak hanya hubungan percintaan, tetapi juga keterkaitannya dengan pertemanan,
keluarga, dan lingkungan kerja.
Dari
kutipan di atas dapat saya asumsikan bahwa kondisi ”Trust Issue”
merupakan sebuah lubang dan jurang pada hati dan memori seorang individu. Sin
of Lust memandang Trust Issue sebagai
keinginan berlebihan dalam menikmati sebuah trauma, rasa takut, rasa was was
akibat dari masa lalu yang pernah individu alami. Anda mungkin bertanya tentang
bagaimana Trust Issue saya asumsikan sebagai lubang atau jurang dalam hati
dan memori individu?
Lubang
dalam hati yang saya maksud disini adalah diamana ketika anda berada dalam
kondisi Trust Issue, dimana anda merasa ketakutan untuk menjalin
hubungan dengan lawan jenis dan sulit mempercayai individu lain di lingkungan
anda. Sedangkan jurang dalam memori anda adalah ketika pola pikir anda
terbatasi terbuka dan terbatasi dalam menerima sesuatu yang baik dikarenakan
batasan dari jurang tersebut menghalangi anda untuk menyebrang ke pola pikir
sehat dan normal.
Keinginan
anda untuk tetap berada dalam dasar lubang dan memilih untuk menetap pada sisi lain
dari jurang tersebut merupakan keinginan berlebih dari pola pikir anda yang
telah terkontaminasi oleh limbah dari trauma. Dan akan ada perasaan nyaman
ketika anda memiliki keinginan untuk menetap pada lubang di dasar jurang itu,
anda tidak akan memiliki keinginan untuk merayap naik ke permukaan dan
menyebrangi jurang karena anda merasa aman dengan kondisi anda saat ini.
Ketakutan terbesar anda adalah bertemu dengan trauma anda kembali ketika
berhasil naik kepermukaan dan menutup lubang, juga bertemu dengan kekecewaan
lagi ketika berhasil menyebrangi jurang. Bukankah begitu? Apakah saya salah
jika berpikir demikian?
Dalam
Sin of Lust yang berperan menenggelamkan anda dalam hal itu, nafsu anda
untuk tetap menjaga kondisi mental anda stabil dan tetap sehat, itu adalah
topik permasalahannya. Anda lebih memilih tenggelam dalam Sin of Lust,
yang mana hal itu membuat anda akan mengalami berbagai macam hal yang anda
alami ketika berada dalam kondisi yang terpengaruh oleh Trust Issue. Saya tidak akan mengumpamakan kondisi tersebut,
dikarenakan setiap individu memiliki keunikan masing – masing. Saya ambil
contoh yang paling umum terjadi adalah dimana anda akan mulai sulit mempercayai
orang lain disekitar anda, dan anda terkadang menggeneralisasikan setiap sifat
atau hal dengan istilah ”semua sama saja”.
Dalam hal ini anda terbawa oleh nafsu yang menggebu dan
keinginan yang berlebihan untuk menyelamatkan diri anda dari kondisi yang
ekstream menurut anda. Hal itu tidak salah, namun kurang pas. Mengapa demikian?
Karena keinginan yang berlebihan dalam bertahan dan bisa saya bilang survive
dengan cara yang berlebihan hanya akan membawa anda dalam kegelapan. Dalam
benak anda pasti terbesit sebuah argumen, dimana tindakan survive memangglah
harus seperti itu, karena jika kita tidak demikian maka siapa yang akan memperjuangkan
kesembuhan dan kesehatan mental kita? Apakah benar demikian?
Memang tidak salah anda bernafsu untuk bertahan dan
sembuh dari kondisi anda, tapi apakah dengan hanya berdiam diri di dasar lubang
dan bertahan disisi gelap jurang mampu membuat anda sembuh? Bukankah anda
berkeinginan untuk survive mati matian? Apakah anda menunggu seseorang untuk
membantu anda naik dari dasar lubang dan membantu menutup lubang anda? Atau
anda menunggu seseorang untuk menjemput anda untuk menyebrangi jurang?
Lalu, ketika ada seseorang yang datang dengan penuh kasih
sayang kepada anda rela membantu anda menaiki lubang, menutup lubang itu, dan
menyebrangi jurang opini anda, lantas mengapa anda bersikap seolah tak
membutuhkannya dan tidak siap untuk menjalin komitmen dengannya? Bukankah nafsu
untuk selamat dari kondisi anda telah membuat anda egois dan mulai memanfaatkan
apapun yang ada dan menyembunyikan kebusukan anda dengan jubah ”aku masih belum
sembuh total dari masa laluku” apakah anda bercanda? Selama proses tersebut
anda hanya menganggap orang tersebut sebgai alat pendukung dalam misi survive
anda di kondisi tersebut.
Bukankah anda telah tenggelam dalam lautan Sin
of Lust? Konsep dari Sin
of Lust adalah memberikan
anda sebuah keinginan, membuat anda berfikir harus memenuhi itu dengan berbagai
cara, dan fase terakhir adalah anda akan merasakan candu akan kenikmatan yang
anda peroleh dari fase sebelumnya.
Apakah anda sudah menangkap sesuatu? Apakah anda sudah
mulai memahami bahwasanya konsep dari Sin of Lust itu sangat banyak, sedangkan hubungan
biologis dan sejenisnya hanyalah element yang tidak akan pernah bisa membahas Sin
of Lust secara menyeluruh?
Apakah anda semakin bingung?
Baik saya jelaskan singkatnya saja . . .
Anda pasti memiliki harapan atau keinginan agar trauma
atau kondisi ekstream di masa lalu anda tidak terulang lagi bukan? Bagaimana
jika anda mampu memenuhi keinginan – keinginan tersebut dengan cara yang simpel
dan mudah? Dan hal itu membuat anda akan merasa bahwa setiap keinginan dan
harapan bisa terwujut dalam waktu singkat? Apakah anda akan mengulang proses
itu agar anda mampu mewujudkan sekian banyak keinginan dan harapan anda tanpa
memperdulikan apakah jalan yang bagi anda simpel dan mudah bisa merugikan bagi
individu lain?
Ketika anda mampu menjawab pertanyaan itu dalam benak
anda, selamat, anda mulai memahami konsep dasar dari Sin
of Lust yang mana akan
memanfaatkan setiap hal apapun yang ada untuk menunjang kebutuhannya.
Sebagai
penutup, mari kita perlahan mengakhiri perjalanan dalam konsep "Sin of
Lust" dan Trust Issue ini. Dalam merenung tentang lubang dalam hati dan
jurang dalam memori, kita menyadari bahwa Trust Issue bukan hanya sekadar
masalah ketidakpercayaan dalam hubungan cinta, tetapi juga melibatkan aspek
pertemanan, keluarga, bahkan lingkungan kerja.
Trust
Issue, yang dipandang sebagai keinginan berlebihan dalam menikmati trauma dan
rasa takut, seringkali mengakibatkan individu memilih untuk tetap berada di
dasar lubang dan enggan menyebrangi jurang. Keinginan berlebihan ini, meski
pada awalnya terlihat sebagai tindakan bertahan, sebenarnya dapat membatasi
pertumbuhan dan menghalangi peluang untuk kesembuhan.
Sin
of Lust, sebagai elemen yang mendorong individu dalam kondisi ini, menciptakan
nafsu untuk tetap terbenam dalam Trust Issue. Pilihan untuk bertahan di dalam
lubang dan enggan keluar menjadi semacam kesejahteraan palsu, di mana keinginan
untuk menyebrangi jurang dan memperoleh pemahaman baru terhalang oleh
kenyamanan yang sementara.
Dalam
perjalanan ini, mungkin terlintas pertanyaan, apakah bertahan dengan cara yang
berlebihan di dasar lubang benar-benar membantu kesembuhan dan kesehatan
mental? Atau apakah kita memilih untuk hanya bertahan mati-matian tanpa melihat
bahwa ada jalan untuk keluar dari situasi yang merugikan?
Konsep
Trust Issue dan Sin of Lust menciptakan pola pikir yang mungkin membuat kita
nyaman dalam keterbatasan kita sendiri, tetapi pada akhirnya, apakah itu
benar-benar membantu atau justru menghambat pertumbuhan kita sebagai individu?
Dalam
menutup pembahasan ini, mungkin penting untuk merenungkan kembali apakah kita
siap untuk melangkah keluar dari lubang, menyebrangi jurang, dan memungkinkan
diri kita untuk tumbuh dan berkembang. Kita tidak perlu sendirian dalam
perjalanan ini, dan terkadang, membuka diri terhadap bantuan dan keberanian
untuk menjelajahi hal baru dapat membawa kita menuju jalan kesembuhan yang
sebenarnya.
Silahkan beri tanggapan anda di kolom komentar . . .
Komentar
Posting Komentar
Silahkan beri pendapat anda pada kolom komentar