Rakus (Gluttony)

 Apakah anda punya pasangan? Pacar? HTS? Hubungan dekat dengan lawan jenis anda? Apakah anda pernah merasakan kekhawatiran secara berlebih atau parno? Apakah pernah anda menuduh pasangan anda yang tidak – tidak tanpa melakukan survei kondisi pasangan anda? Apakah anda pernah berfikir pasangan anda sering berkata tidak jujur kepada anda? Dan sejenisnya. Jika iya, selamat. Anda terindikasi mulai tenggelam dalam Dosa Gluttony (Kerakusan). Kenapa saya kategorikan itu, dikarenakan semua yang sering anda alami, atau paling tidak jarang anda alami tapi pernah anda alami merupakan perwujudan Gluttony dalam sebuah hubungan.

Saya jelaskan sedikit . . .

Gluttony atau rakus menggambarkan keinginan yang berlebihan untuk memiliki atau menikmati sesuatu, terutama berkaitan dengan konsumsi atau kenikmatan duniawi lainnya. Seseorang yang rakus mungkin tidak dapat mengendalikan nafsunya terhadap kepuasan indra dan cenderung berlebihan dalam mengejar kenikmatan tersebut. Rakus lebih terfokus pada keinginan atau perilaku berlebihan dalam memenuhi nafsu atau keinginan tertentu, dan rakus lebih spesifik terhadap keinginan sensorik atau duniawi.

Saya ambil beberapa contoh yang kurang lebih sering atau pernah anda alami :

1.     Perhatian yang Terlalu Membutuhkan :

Seseorang yang rakus dalam hubungan mungkin terus-menerus membutuhkan perhatian dan validasi dari pasangannya. Mereka mungkin merasa tidak aman jika tidak terus-menerus mendapatkan perhatian atau apresiasi, dan ini dapat menyebabkan ketegangan dalam hubungan.

2.     Kekhawatiran Berlebihan Tentang Keberadaan Pasangan :

Seorang individu yang rakus mungkin selalu cemas dan khawatir tentang keberadaan fisik atau emosional pasangan mereka. Mereka mungkin memerlukan konfirmasi konstan bahwa pasangan tetap setia atau mencintai mereka, bahkan jika tidak ada alasan konkret untuk meragukannya.

3.     Kontrol yang Berlebihan :

Rakus dalam hubungan juga dapat tercermin dalam perilaku kontrol yang berlebihan. Seseorang mungkin ingin mengendalikan setiap aspek kehidupan pasangannya, termasuk teman-teman, waktu luang, atau keputusan-keputusan penting.

4.     Ketidakpuasan yang Terus-Menerus :

Pasangan yang rakus mungkin sulit untuk merasa puas dalam hubungan mereka. Mereka mungkin selalu mencari lebih banyak cinta, perhatian, atau pengakuan, tanpa memperhitungkan kepuasan dan kebahagiaan pasangan.

5.     Ketergantungan Emosional yang Berlebihan :

Seseorang yang rakus dalam hubungan mungkin sangat bergantung pada pasangan mereka untuk kebahagiaan dan kesejahteraan emosional. Mereka mungkin tidak dapat menjalani kehidupan yang memuaskan tanpa kehadiran atau persetujuan konstan dari pasangan.

Mengapa saya hanya mengambil 5 item tersebut dari sekian banyak item yang dapat mengindikasikan rakus dalam diri manusia? Apakah muncul pertanyaan seperti itu dalam pikiran anda? Jika tidak mungkin anda belum menangkap topik bahasannya.

Baik disini saya akan memulai menuju topik bahasan yang akan saya bahas . . .

Anda sering bukan berfikir memiliki hubungan yang intens atau lebih dari sekedar teman atau rekan dengan lebih dari satu individu yang berlawanan jenis dengan anda? Atau paling tidak pernahkan anda berfikir memiliki pacar atau sekedar pasangan untuk menemani anda yang lebih dari satu orang? Apakah anda pernah bersikap friendly kepada semua lawan jenis yang anda kenal?

Saya akan lebih mengarah pada individu yang telah memiliki pasangan tapi masih memiliki sifat friendly pada setiap lawan jenis yang ia kenal, tidak terkecuali mantannya. Mengapa saya mengambil topik ini? Karena sering saya menjumpai individu yang friendly pada lawan jenis yang dikenalnya dengan status individu tersebut memiliki pasangan atau sebuah hubungan yang harus dipertanggung jawabkan. Diluar topik utama, saya kecualikan individu yang berprinsip pacaran seumur hidup. Mengapa demikian? Karena individu dengan prinsip tersebut sudah tidak akan tertolong dengan tulisan saya, yang bisa menolongnya hanya pasangan yang benar – benar mau bersabar dan rela tersakiti berulang kali.

Kembali ke topik utama . . .

Individu yang saya bahas disini adalah ia yang tidak puas dengan kehadiran pasangannya dan selalu berdalih bahwa friendly itu baik karena menambah koneksi yang menunjang keberlangsungan karirnya, kata dia. Tapi apakah 100% useful atau worth it? Apakah ada jaminan? Tidak, mengapa demikian? useful atau worth it hanya akan berada pada angka 76,2% mengapa demikian? Karena tidak semua lawan jenis yang masuk kedalam lingkaran friendly anda akan 100% membantu anda dalam kondisi saat anda benar – benar membutuhkan, bisa saja mereka menerima anda karena anda hanya nyaman sebagai teman mengisi waktu luang atau mengambil kesempatan dari kondisi anda untuk keuntungannya sendiri.

Apakah anda pernah berfikir yang demikian? Apakah anda tidak berfikir jika pasangan anda siap pasang badan jika hanya untuk mencarikan pekerjaan atau menunjang karir anda?

Mengapa anda meragukan pasangan anda dan lebih ingin mempertahankan hubungan friendly anda? Keuntungan apa yang anda dapat dari friendly jika saya boleh tau? Keuntungan yang secara signifikan anda rasakan dari hubungan dan sifat friendly anda pada lawan jenis, bisakah anda menggambarkan itu?

Sedikit banyak anda pasti berfikir saya sok tau? Saya adalah orang yang menulis informasi palsu? Saya adalah orang yang sok pintar? Anda pasti juga berfikir jika saya adalah individu yang trauma dengan individu friendly? Dan sejenisnya.

Tapi saya tekankan disini, bahwa semua saya tulis murni dari analisa saya terhadap orang sekitar dan sedikit dukungan dari teori yang ada. Jika anda menolak itu, anda bisa berhenti membaca dan silahkan tinggalkan jejak negatif anda di kolom komentar.

Lanjut . . .

Perselingkuhan akan lebih berpotensi terjadi pada individu yang memiliki kebiasaan friendly dengan lawan jenisnya. Mengapa demikian? Karena potensi terpenuhinya item yang mengindikasikan rakus di atas akan lebih mudah dia dapatkan dari circle individu yang tenggelam dalam dosa rakus. Circle friendly dari seorang individu akan memberikan pelayanan yang tertuju pada individu tersebut, sehingga fokus poinnya tercurahkan pada individu friendly tersebut.

Sedangkan pasangan yang sejatinya mempersiapkan masa depan dengan individu tersebut memiliki banyak target sehingga fokus poinnya terbagi kebanyak target termasuk pasangan yang merupakan individu friendly itu sendiri, dan hal itu membuat tidak tercapainya keinginan pasangan (individu friendly)  yang haus atau tenggelam dalam dosa rakus. Keinginan untuk mengkonsumsi semua perhatian dan kepedulian manusia lain akan semakin membesar ketika pasangan dari individu tersebut membiarkan begitu saja friendly itu, saya ambil contoh simpel dimana pada suatu lingkungan kerja yang notabennya berisikan orang – orang yang berideologi bebas. Yang mana ketika terjadi saling suka dalam lingkungan kerja itu wajar dan masih bisa ditoleransi dengan kata khilaf.

Saya punya sebuah cerita dari teman pasangan saya yang jauh dari tempat saya tinggal. Teman pasangan saya sempat menolak untuk melakukan perselingkuhan dengan rekan kerjanya, sampai akhirnya tembok tebal nantingi yang membatasi hal itu roboh hanya karena sebuah ciuman dari rekannya tersebut. Bukankah itu tidak adil bagi pasangan dari rekan kerjanya? Memang benar teman pasangan saya masih singel, tapi rekan kerjanya sudah memiliki istri. Istri, pacar, tunangan, itu sudah termasuk kedalam konteks pasangan. Jika yang berpasangan dan harusnya tembok pembatas itu lebih tinggi dan tebal dari mereka yang singel saja bisa runtuh, lalu yang salah disini siapa yang salah?

Bahkan yang saya alami sendiri sekarang pasangan saya sering merespon lawan jenisnya melalui sosmed. Meski intensitas responnya da di angka 10,5%, apakah saya tidak memiliki porsi untuk melarang 10,5% respon yang pasangan saya berikan pada lawan jenisnya? Jika saya tenggelam dalam dosa rakus, saya akan melarang mati matian hal tersebut, tapi saya selaku penulis sendiri masih manusia maka saya masih mengendalikan dan bernegosiasi dengan dosa Gluttony, agar saya tidak melampau porsi saya yang notabennya bukan pasangan resmi secara agama atau hukum.

Bahkan komitmen itu sudah tidak ada jika individu tersebut masih mengandalkan lingkungan nya untuk memenuhi kebutuhannya. Dimana kebutuhan akan aktualisasidiri dan dukungan sudah sangat cukup bisa didapat dari keluarga dan pasangan.

Itulah kerakusan pada diri manusia yang tidak akan pernah bisa hilang, dan hanya bisa kita ajak bernegosiasi agar tetap terkendali dalam rantai kendali kita. Berusahala untuk tidak dikendalikan oleh peliharaan anda sendiri. Anda adalah anda, bukan 7 dosa besar / The "Seven Deadly Sins" yang beranggotakan : Pride: Excessive belief in one's abilities or attractiveness; the sin of putting oneself above others ; Envy: Jealousy or resentment of others' good fortune or success ; Wrath (or Anger): Intense and uncontrolled feelings of anger and hatred ; Sloth: Laziness, apathy, and a lack of motivation to fulfill one's responsibilities ; Greed (or Avarice): Excessive desire for material wealth or possessions ; Lust: Intense or inappropriate sexual desire ; Gluttony: Overindulgence or overconsumption of food, drink, or wealth to the point of waste.

 

Silahkan tulis pendapat anda tentang bab ini dikolom komentar . . . .

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Seven Deadly Sins

Pembantu?

Hujan